Kritik & saran positif silakan di email abd.kholik99@gmail.com / abd.kholik67@yahoo.com

Rabu, 26 Juli 2017

Pengertian, Ruang Lingkup dan Perkembangan Hukum Agraria

A.    Pengertian Hukum Agraria.

Kata Agraria berasal dari kata agrarius, ager (latin) atau agros (Yunani), Akker (Belanda) yang artinya tanah pertanian. Sedangkan menurut UUPA, agraria adalah sesuatu yang meliputi bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya . Bahkan di dalam pasal 48 UUPA dijelaskan meliputi ruang angkasa, yakni ruang di atas bumi, air yang mengandung tenaga dan unsur-unsur yang dapat digunakan untuk usaha-usaha memelihara dan memperkembangkan kesuburan bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dan hal-hal lain yang bersangkutan dengan itu. Pengertian Hukum Agraria ada beberapa pendapat antara lain :

1       Menurut  J.C.T. Simorangkir SH dkk dalam Kamus Hukum terbitan tahun 1972, adalah keseluruhan kaidah-kaidah hukum baik tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur bumi, air dan ruang angkasa.

2       Menurut Subekti dan Tjitrosudibio R dalam Kamus Hukum terbitan tahun 1979, bahwa Hukum Agraria adalah keseluruhan dari pada ketentuan-ketentuan hukum perdata maupun Hukum Tata Negara (Staat recht) maupun pula Hukum Tata Usaha (Administratie recht) yang mengatur hubungan antara orang, termasuk badan hukum dengan bumi, air dan ruang angkasa dalam seluruh wilayah negara dan mengatur pula wewenang-wewenangnya

3       Menurut Balai Pustaka dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan tahun 1990, bahwa Hukum Agraria adalah keseluruhan kaedah hukum, baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur bumi, air, dan ruang angkasa. 

4       Menurut Arie S Manulang, bahwa Hukum Agraria adalah seperangkat hukum yang mengatur hak penguasan atas sumber daya alam (natural resources) yang meliputi bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, bahkan batas yang ditentukan juga termasuk ruang angkasa.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa “hukum agraria adalah ketentuan-ketentuan atau kaidah, baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur kewenangan dan hubungan hukum antara  orang atau badan hukum dengan  bumi, air maupun ruang angkasa “


B. Ruang lingkup hukum agraria.

Yang termasuk ruang lingkup agraria, adalah bumi, air dan kekayan alam yang terkandung didalamnya serta ruang angkasa :

1. Bumi, sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 ayat 4 UUPA meliputi permukaan bumi (tanah) dan tubuh bumi yang terdapat di bawah tanah dan dibawah air

2. Air, sebagaimana dimaksud pasal 1 ayat 5 dan pasal 47 UUPA termasuk didalamnya perairan pedalaman , seperti sungai, danau, rawa dan laut wilayah, serta laut teritorial Indonesia

3.  Kekayaan alam yang terkandung didalam bumi dan air sebagaimana dimasukd dalam pasal 1 dan 2 UUPA seperti bahan-bahan galian/ barang tambang, ikan, mutiara dan hasil laut lainnya

4.  Ruang angkasa , sebagaimana dimaksud dalam pasal 48 UUPA

                          
C. Perkembangan Hukum Agraria di Indoesia

Hukum tanah di Indonesia mengalami perombakan pada saat berlakunya UUPA pada tgl. 24 September 1960, sehingga dapat dikatakan bahwa pada tgl. tsb. muncul pembaharuan Hukum Tanah yang berlaku di Indonesia.

Dengan demikian akan dibahas perkembangan hukum tanah sebelum UUPA No. 5 Th. 1960 dan sesudah berlakunya UUPA tersebut.

1  Hukum tanah lama sebelum UUPA

      Sebelum berlakunya UUPA No. 5 Th. 1960, pengaturan mengenai Hukum tanah di Indonesia tidak hanya terdapat dalam satu macam hukum saja, namun dapat dijumpai dari berbagai macam hukum yakni :

a.   Hukum Tanah Adat.

Hukum tanah adat merupakan hukum tidak tertulis dan sejak semula berlaku dikalangan masyarakat asli Indonesia sebelum datangnya bangsa-bangsa Portugis, Belanda, Inggris dan sebagainya

b. Hukum Tanah Barat

Hukum tanah barat mulai berlaku th. 1848 yang tercantum dalam Burgerlijk Wetboek (BW) atau KUH Per., yakni termuat dalam Buku II dengan judul Hak-hak atas tanah dan hak jaminan atas tanah , Buku III dengan judul Perihal Jual Beli dan dalam Buku IV dengan judul perihal Pembuktian dan Daluarsa.

Hukum tanah barat diberlakukan pada saat itu, karena banyak orang Belanda yang memerlukan tanah untuk :

1)    Perkebunan atau bangunan rumah peristirahatan (bungalow) di luar kota dengan hak erfpacht (psl. 720 BW) ;

2)    Rumah tinggal atau tempat usaha di dalam kota, lalu menguasai tanah dengan hak eigendom dan hak opstaal.

c.   Hukum Tanah Antar Golongan

Hukum tanah antar golongan, kaedah-kaedahnya tidak dalam bentuk peraturan perundang-undangn yang tertulis, tetapi berupa putusan-putusan pengadilan yang menjadi Yurisprudensi dan pendapat para ahli hukum atau sarjana hukum. Namun, ada juga peraturan-pertaturan tertulis yang diciptakan untuk mengatur hal-hal yang berhubungan dengan Hukum Tanah Antar Golongan.

Kaedah-kaedah dari Hukum Antar Golongan ini diciptakan dengan maksud untuk menyelesaikan hubungan antar golongan yang menyangkut masalah tanah sesuai dengan pembagian golongan penduduk Indonesia pada waktu itu yang tunduk pada hukum yang berbeda atas dasar ketentuan pasal 131 IS, dimana bagi :

1       Golongan Eropah dan Timur Asing, berlaku Hukum Barat ;

2       Golongan Bumiputra (Indonesia Asli) berlaku Hukum Adat.

      Hukum antar golongan timbul karena :

1)Sifat dualisme dalam hukum tanah yang berlaku semasa pemerintahan Hindia Belanda, dimana adanya hubungan-hubungan serta peristiwa-peristiwa hukum yang terjadi antara orang-orang Indonesia Asli dengan bukan Indonesia asli  ;

2)   Tanah-tanah Eropah tidak hanya dipunyai oleh orang-orang bukan Indonesia (yang tunduk pada hukum barat) demikian pula pada tanah-tanah Indonesia tidak hanya dimiliki oleh orang-orang Indonesia Asli (yang tunduk ada hukum adat). Perlu jadi catatan, bahwa tanah-tanah hak barat tidaklah akan berubah statusnya menjadi tanah hak golongan lain, sekalipun dipunyai oleh subyek-subyek yang tunduk pada hukum yang berlainan .

d. Hukum Tanah Administrasi

Hukum tanah administrasi adalah keseluruhan peraturan yang memberi landasan hukum bagi penguasa atau negara untuk melaksanakan politik pertanahannya dan memberi wewenang-wewenang khusus kepada penguasa untuk melakukan tindakan-tindakan di bidang pertanahan.

Hukum tanah administrasi berlaku sebelum UUPA yakni merupakan ciptaan Pemerintah Kolonial Belanda yang terkenal dengan Agrarsiche Wet 1870. Sebelumnya berlaku Cultuur Stelsel (sistem tanam paksa) yang juga merupakan politik pertanahan yang dilancarkan oleh Pemerintah Hindia Belanda, dimana rakyat Indonesia dipaksa untuk menanam tanaman yang dilaku dipasaran Eropah. Perbedaannya, bahwa Argraische Wet terbuka bagi pengusaha asing swasta, sedangkan cultuur stelsel  merupakan monooli Pemerintah Hindia Belanda.

e.   Hukum Tanah Swapraja

Hukum tanah swapraja adalah keseluruhan peraturan tentang pertanahan yang khusus berlaku pada daerah swapraja seperti Kesultanan Yogyakarta, Surakarta dan Cirebon dan Deli. Hukum Tanah Swapraja ini pada dasarnya adalah hukum tanah adat yang diciptakan oleh Pemerintah Swapraja dan sebagian diciptakan oleh Pemerintah Hindia Belanda Mis. Stbl. 1915 – 474 yang intinya memberi wewenang pada penguasa swapraja untuk memberikan tanahnya dengan hak-hak barat. Dalam konsiderans Stbl. 1915-474 ditegaskan bahwa di atas tanah-tanah yang terletak dalam wilayah hukum swaparaja dapat didirikan hak-hak kebendaan yang diatur dalam BW, seperti hak eigendom, hak erfpacht, hak opstal dsb. Dimungkinkan pula untuk memberi tanah-tanah swapraja tersebut dengan hak-hak barat, terbatas pada orang-orang yang tunduk pada BW saja.

Dengan adanya 5 macam hukum tanah seperti tersebut di atas, maka dapat dikatakan bahwa hukum tanah di Indonesia pada masa itu bersifat pluralistis Namun yang pokok adalah Hukum Tanah Barat dan Hukum Tanah Adat, selainnya hanya sebagai pelengkap

2.Macam Hak Atas Tanah di Indonesia dan Kaedah Pengaturannya Dalam Sistem Hukum Tanah sebelum UUPA.

      Tanah Hak Indonesia, yang diatur menurut Hk. Adat dalam arti luas, dimana kaedah-kaedahnya sebagian besar tidak tertulis yang diciptakan oleh Pemerintah Hindia Belanda dan Pemerintah Swapraja, yang semula berlaku bagi orang-orang Indonesia  Dengan demikian tanah hak Indonesia berdasarkan :

            1). Kaedah tidak tertulis yang berlaku lagi penduduk Asli sejak semula ;

                  2). Kaedah tertulis yang diciptakan oleh :

(a) Pemerintah Swapraja, misalnya peraturan    tertulis mengenai tanah di daerah Kasultanan Yogyakarta, Surakarta maupun Sumatra Timur ;

                        (b)     Pemerintah Hindia Belanda, yakni :

                                         (1) Hak Agrarisch Eigendom Stbl. 1872-117 Koninklijk Besluit) dan Stbl. 1873-39 (Ordonantie) ;

                                   (2) Grond Vervreemdings Verbod (larangan pengasingan tanah) Stbl. 1875-179

                  Mengenai peraturan tanah swapraja di Sumatra Timur, seperti halnya “Hak Grand Sultan” yakni suatu hak yang diberikan kepada kawula swapraja yang mirip dengan hak milik adat. Penggunaan istilah “grant” yang berasal dari bahasa Inggris ini diperkirakan karena latar belakang historis dimana terdapat hubungan kekeluargaan yang erat antara Sultan Sumatra Timur dengan Sultan Malaya yang dulunya merupakan tanah jajahan Inggris.

                        Peraturan-peraturan tertulis ciptaan pemerintah Swapraja tersebut di atas kita namakan Hukum Tanah Swapraja, yang merupakan Hukum Tanah Adat tertulis. Namun ada juga yang dibuat oleh Pemerintah Hindia Belanda  yang mengatur agar Pemerintah Swapraja memberikan tanahnya dengan Hak Barat, berdasarkan peraturan berbentuk Koninklijk Besluit yang diundangkan dalam Stbl. 1915-474. Peraturan ini dalam konsideranya menegaskan bahwa tanah-tanah yang terletak di Swapraja dapat dibebani hak-hak kebendaan yang diatur dalam KUH Perdata, mis. Hak eigendom, erfpacht dan opstal. Kemungkinan diberikannya hak-hak barat di atas tanah swapraja itu hanya terbatas pada orang-orang yang tunduk pada KUH Perdata. Sebagai contoh, di daerah Swapraja Yogyakarta sampai sekarang dapat kita jumpai tanah-tanah swapraja (seperti daerah Malioboro dan sekitarnya) yang diberikan dengan hak barat berdasarkan Stbl. 1915-474 ciptaan Pemerintah Hindia Belanda.

                        Walaupun pada prinsipnya tanah-tanah hak Indonesia tunduk pada hukum adat, akan tetapi tidak semua tanah Indonesia dibebani hak-hak asli yang berasal atau bersumber dari hukum adat Indonesia. Buktinya selain apa yang kita kenal sebagai hak ulayat, hak pakai, hak milik dalam masyarakat tradisional, ada pula hak grant sultan dan grant controleur ciptaan pemerintah swapraja, atau hak agrarisch eigendom ciptaan pemerintah Hindia Belanda, yaitu hak yang diperoleh atas ketentuan pasal 51 IS dan lebh lanjut diatur dalam Koninklijk Besluit yang diundangkan dalam Stbl. 1872117 serta Ordonantie yang diundangkan dalam Stbl. 1873-38.

      3. Hukum tanah baru setelah UUPA

Hukum tanah baru adalah hukum tanah yang diatur dalam UUPA No. 5 Th. 1960 yang berlaku secara universal bagi seluruh masyarakat Indonesia

Senin, 30 Mei 2016

Bos Garansindo Digugat Mantan Anak Buah

Lantaran diberhentikan tidak sesuai prosedur. Penggugat merasa pemberhentian tersebut merusak nama baik dan profesionalismenya.

HAG

Foto: SGP

Andre Dumais, yang pernah menjabat sebagai Managing Director PT Garansindo International Motor menggugat Presiden Direktur PT Garansindo International Motor di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Gugatan tersebut dilayangkan lantaran Andre kehilangan pekerjaan sejak November 2015, yang tidak didahului oleh pemberitahuan secara tertulis dari perusahaan. Keputusan pemberhentian itu hanya berdasarkan gentleman’s agreement yang dilanjutkan dengan kesepakatan kompensasi.

“Proses pemberhentian managing director yang tidak sesuai prosedur, seperti tidak adanya hasil RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) tertulis, jadi hanya ngomong-ngomong di warung. Yang dilakukan di sini adalah melakukan perubahan manajemen tanpa melalui prosedur yang semestinya,” kata Andre kepada wartawan, Senin (30/5), di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Pemberhentian tersebut menimbulkan kerugian materil dan Immateril bagi Andre. Salah satunya adalah pelecehan dan penjatuhan nama baiknya. Ia juga merasa bahwa profesionalismenya diremehkan oleh pihak Tergugat, sehingga dirinya ingin meminta Tergugat untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.

“Ada perubahan tanpa prosedur yang semestinya. Nama baik saya dilecehkan. Pihak Tergugat juga tidak ada iktikad baik untuk menyelesaikan di tahap mediasi,” ujarnya.

Dia menjelaskan, selama tiga puluh tahun berkecimpung di dunia otomotif, baru kali ini dirinya diremehkan oleh perusahaan tempat dia mengabdi. “Baru kali ini saya menjalankan sepenuh hati, tapi seakan seperti koruptor atau menyolong. Ini tidak adil,” tuturnya.

“Ini merupakan pelecehan nama baik yang cukup berat, saya selama di dunia otomotif tidak pernah seperti ini. Saya pindah ke tempat Tergugat karena dengan reputasi yang baik dan dirayu oleh pihat Tergugat. Pada November tahun lalu, masih ada pembicaraan yang positif dan saya tanggapi dengan positif juga. Kemudian, saya menghubungi kembali dan minta untuk membuat business plan, namun tidak ditanggapi dan digantung. Saya merasa disepelekan,” tambahnya.

Kuasa hukum Andre, Syarifuddin Noor, menambahkan sampai detik ini tidak ada iktikad baik dari Garansindo untuk menyelesaikan perkara ini. Padahal, pihaknya menginginkan perkara tersebut selesai di tahap mediasi. Namun, apabila memang tidak ada hasil atau kesepakatan maka gugatan tersebut akan masuk ke tahap pengadilan.

“Kita sudah mediasi keempat, mediasi hari pertama pigak Tergugat tidak datang. Kedua, datang dengan kuasa hukum, tetapi tanpa adanya surat kuasa. Sedangkan pada keempat, principal tidak hadir,” ujar Noor.

Gugatan yang dilayangkan tersebut didasarkan pada gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) berdasarkan Pasal 1365 KUHPer. Pasal 1365 KUHPer menyatakan bahwa setiap perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.

Untuk diketahui, Garansindo adalah perusahaan yang memayungi merek seperti Jeep, Chrysler, Dodge, Fiat, dan Alfa Romeo. Perusahaan tersebut juga berkecimpung sebagai pemegang merek roda dua, yaitu Zero Motorcycle, Ducari, Peugeot Scooter. 
  

Copyright © 2012 hukumonline.com, All Rights Reserved

Selasa, 24 Mei 2016

Berdasar Pasal 184 KUHAP Alat Bukti yang Sah ialah ;

Muhammad Imam Wahyudi menerbitkan sebuah catatan.

Berdasarkan Pasal 184 KUHAP alat bukti yang sah ialah
Pasal 183 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menegaskan bahwasanya :
"Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua
alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa
terdakwalah yang bersalah melakukannya"
Dalam Pasal 184 KUHAP mengatur sebagai berikut :
(1) Alat bukti yang sah ialah:
a. keterangan saksi;
b. keterangan ahli;
c. surat;
d. petunjuk;
e. keterangan terdakwa.
(2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.
Pasal 187 KUHAP menegaskan bahwasanya Surat sebagaimana tersebut pada Pasal 184 ayat (1) huruf
c, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah:
a. berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau
yang dibuat di hadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar,
dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya
itu;
b. surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang
diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan;
c. surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dari padanya;
d. surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain.
Jadi, print out SMS hanya dapat dijadikan alat bukti dipersidangan pidana bilamana print out tersebut diperkuat oleh sumpah dari pihak yang menerbitkan print out tersebut tanpa diperkuat sumpah, maka
fhotocopy print out SMS tersebut hanya berlaku sebagai alat bukti petunjuk sebagaimana dimaksud dan
di atur Pasal 188 KUHAP sebagai berikut :
(1) Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.
(2) Petunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat diperoleh dari:
a. keterangan saksi;
b. surat;
c. keterangan terdakwa.
(3) Penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif lagi bijaksana setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan
dan kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya.
Jadi, singkat kata, saya dapat menjawab pertanyaan Bapak, meskipun tidak ada aslinya, photocopy print out SMS tersebut dapat dijadikan alat bukti, sepanjang memang ada persesuaian keterangan antara keterangan saksi dan keterangan Bapak selaku Terdakwa.
(2) Berdasarkan ketentuan hukumnya, segala alat/ benda yang digunakan tersangka/ terdakwa untuk melakukan tindak pidana dapat dikenakan penyitaan untuk kepentingan pemeriksaan perkara. Hal ini sebagaimana dimaksud dan di atur Pasal 42 KUHAP :
1) Penyidik berwenang memerintahkan kepada orang yang menguasai benda yang dapat disita,
menyerahkan benda tersebut kepadanya untuk kepentingan pemeriksaan dan kepada yang menyerahkan
benda itu harus diberikan surat tanda penerimaan.
2) Surat atau tulisan lain hanya dapat diperintahkan untuk diserahkan kepada penyidik jika surat atau tulisan itu berasal dari tersangka atau terdakwa atau ditujukan kepadanya atau kepunyaannya atau diperuntukkan baginya atau jikalau benda tersebut merupakan alat untuk melakukan tindak pidana.
(3) Sebagai informasi yang dikirim dan diterima pelanggan jasa komunikasi, setiap operator telekomunikasi wajib menyimpan/ merekam isi telekomunikasi yang dilakukan dan atau yang diterima
oleh pelanggannya. Hal ini sebagaimana dimaksud dan diatur Pasal 41 UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi yang menegaskan :
"Dalam rangka pembuktian kebenaran pemakaian fasilitas telekomunikasi atas permintaan pengguna jasa telekomunikasi, penyelenggara jasa telekomunikasi wajib melakukan perekaman pemakaian fasilitas telekomunikasi yang digunakan oleh pengguna jasa telekomunikasi dan dapat melakukan perekaman informasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku"
Jadi yang berhak menerbitkan transkrip/ print out suatu data telekomunikasi adalah perusahaan operator yang bersakutan. Tidak sembarangan orang/ badan dapat menerbitkan isi transkrip komunikasi pelanggan.
Pasal 42 Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi :
(1)Penyelenggara jasa telekomunikasi wajib merahasiakan informasi yang dikirim dan atau diterima oleh
pelanggan jasa telekomunikasi melalui jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi yang diselenggarakannya.
(2) Untuk keperluan proses peradilan pidana, penyelenggara jasa telekomunikasi dapat merekam
informasi yang dikirim dan atau diterima oleh penyelenggara jasa telekomunikasi serta dapat memberikan informasi yang diperlukan atas:
a. permintaan tertulis Jaksa Agung dan atau Kepala Kepolisian Republik Indonesia untuk tindak pidana tertentu;
b. permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan Undang-undang yang berlaku.

(3) Ketentuan mengenai tata cara permintaan dan pemberian rekaman informasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah
Pasal 47 KUHAP menyatakan sebagai berikut :
(1) Penyidik berhak membuka, memeriksa dan menyita surat lain yang dikirim melalui kantor pos dan.
telekemunikasi, jawatan atau perusahaan komunikasi atau pengangkutan jika benda tersebut dicurigai
dengan alasan yang kuat mempunyai hubungan dengan perkara pidana yang sedang diperiksa, dengan
izin khusus yang diberikan untuk itu dari Ketua Pengadilan Negeri.
(2) Untuk kepentingan tersebut penyidik dapat meminta kepada kepala kantor pos dan telekomunikasi,
kepala jawatan atau perusahaan komunikasi atau pengangkutan lain untuk menyerahkan kepadanya
surat yang dimaksud dan untuk itu harus diberikan surat tanda penerimaan.
(3) Hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) pasal ini, dapat dilakukan pada semua tingkat
pemeriksaan dalam proses peradilan menurut ketentuan yang diatur dalam ayat tersebut. Jadi, berdasarkan ketentuan Pasal 47 KUHAP di atas, penyidik dapat meminta operator untuk membuka transkrip isi sms dimaksud.

Senin, 16 Februari 2015

ALUR PERADILAN PIDANA


Rangkaian penyelesaian peradilan pidana terdiri atas beberapa tahapan. Suatu proses penyelesaian peradilan dimulai dari adanya suatu peristiwa hukum, misalnya seorang wanita yang tasnya diambil secara paksa oleh seorang remaja. Deskripsi di atas merupakan suatu peristiwa hukum. Namun untuk menentukan apakah peristiwa hukum itu merupakan suatu tindak pidana atau bukan haruslah diadakan suatu penyelidikan Jalur untuk mengetahui adanya suatu tindak pidana adalah melalui:
-> Pengaduan, yaitu pemberitahuan diserta I permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum seseorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang merugikan (pasal 1 butir 25 KUHAP)
-> Laporan, yaitu pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang kartena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana (Pasal 1 butir 24 KUHAP)
->Tertangkap tangan, yaitu tertangkapnya seseorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa is adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu.
Menurut pasal 1 butir 5 KUHAP, penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur oleh dalam Undang-Undang. Adapun pihak yang berwenang untuk melakukan penyelidikan menurut pasal 4 KUHAP adalah setiap pejabat polisi negara Republik Indonesia.
Dalam melaksanakan penyelidikan, penyelidik memiliki kewajiban dan kewenangan. Penyelidik karena kewajibannya memiliki kewenangan antara lain sebagai berikut:
1. Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana; (Pasal 5 KUHAP)
2. Mencari keterangan dan barang bukti;(Pasal 5 KUHAP)
3. Menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal difi; (Pasal 5 KUHAP)
4. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung-jawab. (Pasal 5 KUHAP)
5. Atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa:
a.    penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan penahanan;
b.   pemeriksaan dan penyitaan surat;
c.    mengambil sidik jari dan memotret seorang;
d.   membawa dan menghadapkan seseorang pada penyidik. (Pasal 5 KUHAP)
6. Penyelidik membuat dan menyampaikan laporan hasil pelaksanaan tindakan sebagaimana tersebut diatas. (Pasal 5 KUHAP)
7. Untuk kepentingan penyelidikan, penyelidik atas perintah penyidik berwenang melakukan penangkapan. (Pasal 16 ayat (1) KUHAP)
Apabila setelah melalui tahap penyelidikan dapat ditentukan bahwa suatu peristiwa merupakan suatu peristiwa pidana, maka dilanjutkan dengan tahap penyidikan. Menurut pasal 1 butir 2 KUHAP serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari sertamengumpulkan bukti yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
Pihak yang berwenang melakukan penyidikan menurut pasal 6 KUHAP adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia dan pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang. Penyidik karena kewajibannya memiliki kewenangan sebagai berikut:
1.      Menerima-laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana; (Pasal 7 KUHAP)
2.      Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian; (Pasal 7 KUHAP)
3.      Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka ; (Pasal 7 KUHAP)
4.      Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan; (Pasal 7 jo pasal 131 KUHAP)
5. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat; (Pasal 7 jo pasal 132 ayat 2,3,4,5 KUHAP)
6.      Mengambil sidik jari dan memotret seorang; (Pasal 7 KUHAP)
7.      Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; (Pasal 7 KUHAP)
8.      Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; (Pasal 7 jo pasal 132 ayat 1 jo pasal 133 ayat 1 KUHAP)
9.      Mengadakan penghentian penyidikan; (Pasal 7 KUHAP)
10.  Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
11.  Dalam melakukan tugasnya penyidik wajib menjunjung tinggi hukum yang berlaku. (Pasal 7 ayat (3) KUHAP)
12.  Membuat berita acara tentang pelaksanaan tindakan.(Pasal 8 ayat 1 KUHAP)
13.  Penyidik menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum. (Pasal 8 ayat 2 KUHAP)
14. Penyerahan berkas perkara dilakukan:
a. pada tahap pertama penyidik hanya menyerahkan berkas perkara;
b dalam hal penyidikan sudah dianggap selesai, penyidik menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum. (Pasal 8 ayat 3 KUHAP)
15. Berita acara dibuat untuk setiap tindakan tentang :
a.    pemeriksaan tersangka;
b.   penangkapan;
c.    penahanan;
d.   penggeledahan;
e.    pemasukan rumah;
f.    penyitaan benda;
g.    pemeriksaan surat;
h.   pemeriksaan saksi;
i.     pemeriksaan di tempat kejadian;
j.     pelaksanaan penetapan dan putusan pengadilan;
k.    pelaksanaan tindakan lain sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini. (Pasal 75 KUHAP)
16. Melakukan penyidikan tambahan, jika penuntut umum mengembalikan hasil penyidikan untuk dilengkapi sesuai dengan petunjuk dari penuntut umum. (Pasal 110 ayat (2) KUHAP)
17. Atas permintaan tersangka atau terdakwa, penyidik dapat mengadakan penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan uang atau jaminan orang, berdasarkan syarat yang ditentukan. (Pasal 31 ayat 1 KUHAP)
18.  Karena jabatannya hakim sewaktu-waktu dapat mencabut penangguhan penahanan dalam hal tersangka atau terdakwa melanggar syarat yang sudah ditentukan. (Pasal 31 ayat (2) KUHAP)
19.       Melakukan penyidikan tambahan sesuai dengan petunjuk dari penuntut umum, jika penuntut umum mengembalikan hasil penyidikan untuk dilengkapi. (Pasal 110 ayat (3) KUHAP)
20.       Dalam hal seorang disangka melakukan suatu tindak pidana sebelum dimulainya pemeriksaan oleh penyidik, penyidik wajib memberitahukan kepadanya tentang haknya untuk mendapatkan bantuan hukum atau bahwa ia dalam perkaranya itu wajib didampingi oleh penasihat hukum. (Pasal 114 KUHAP)
Ketika melaksanakan penyelidikan dan penyidikan, para aparat penegak hukum melakukan suatu upaya paksa, yaitu serangkaian tindakan untuk kepentingan penyidikan yang terdiri dari penangkapan, penahanan, penyitaan, penggeledahan dan pemeriksaan surat.
Penangkapan. Menurut pasal 1 butir 20 KUHAP, penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang.
Penahanan. Menurut pasal 1 butir 21 KUHAP, penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang.
Penyitaan. Menurut pasal 1 butir 16 KUHAP, penyitaan adalah serangkain tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan dibawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak,berwujud dan atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan.
Penggeledahan rumah. Menurut pasal 1 butir 17 KUHAP, penggeledahan rumah adalah tindakan penyidik untuk memasuki rumah tempat tinggaltempat tertutup lainnya untuk melakukan tindakan pemeriksaan dan atau penyitaan dan atau penangkapan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang.
Penggeledahan badan. Menurut pasal 1 butir 18 KUHAP, penggeledahan badan adalah tindakan penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badan dan atau pakaian tersangka untuk mencari benda yang diduga keras ada pada badannya atau dibawanya serta, untuk disita.
Para penyidik kemudian menuangkan hasil penyidikan tersebut kedalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). BAP ini kemudian diserahkan oleh penyidik kepada penuntut umum untuk dipelajari dan diteliti kelengkapannya sebagai dasar untuk membuat surat dakwaan. Menurut pasal 38 KUHAP, penuntut umum mengembalikan BAP tersebut kepada penyidik apabila penuntut umum menilai bahwa BAP tersebut belum lengkap . Pengembalian tersebut disertai petunjuk tentang hal yang hams dilakukan untuk dilengkapi oleh penyidik dalam waktu 14 hari setelah penerimaan berkas.
Apabila penuntut umum menilai bahwa BAP tersebut telah lengkap, maka penuntut umum kemudian akan membuat surat dakwaan dan dilanjutkan ke tahap penuntutan.
Pasal 1 butir 7 KUHAP menyatakan bahwa penuntutan adalah melimpahkan perkara pidana ke Pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam KUHAP dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus hakim di sidang pengadilan. Dalam KUHAP, diatur tentang wewenang penuntut umum dalam hal:
1.   Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik atau penyidik pembantu; (Pasal 14 jo pasal 138 ayat 1 KUHAP)
2.   Mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan dengan memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari penyidik; (Pasal 14 jo pasal 138 ayat 2 KUHAP)
3.   Memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan atau penahanan lanjutan dan atau mengubah status tahanan setelah perkaranya dilimpahkan oleh penyidik; (Pasal 14 KUHAP)
4.   Membuat surat dakwaan; (Pasal 14 jo pasal 140 ayat 1 KUHAP)
5.   Melimpahkan perkara ke pengadilan;(Pasal 14 jo pasal 139 jo pasal 143 ayat 1 KUHAP)
6.   Menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan hari dan waktu perkara disidangkan yang disertai surat panggilan, baik kepada terdakw maupun kepada saksi, untuk datang pada sidang yang telah ditentukan; (Pasal 146 KUHAP)
7.  Melakukan penuntutan; (Pasal 137 KUHAP)
8.   Menutup perkara demi kepentingan hukum; (Pasal 14 KUHAP)
9.  Mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab sebagai penuntut umum menurut ketentuan undang-undang ini; (Pasal 14 KUHAP)
10. Melaksanakan penetapan hakim (Pasal 14 KUHAP)
11.  Atas permintaan tersangka atau terdakwa, penuntut umum dapat mengadakan penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan uang atau jaminan orang, berdasarkan syarat yang ditentukan. (Pasal 31 ayat 1 KUHAP)
12.  Karena jabatannya hakim sewaktu-waktu dapat mencabut penangguhan penahanan dalam hal tersangka atau terdakwa melanggar syarat yang sudah ditentukan. (Pasal 31 ayat (2) KUHAP)
Setelah penuntutan, dilanjutkan ke tahap pemeriksaan di sidang pengadilan. Tahap ini dimulai dengan pembukaan sidang pengadilan, dimana hakim memanggil terdakwa dan memeriksa identitas terdakwa dengan teliti. Adapun proses jalannya persidangan dalam hukum acara pidana secara keseluruhan dapat dilihat pada bagan dibawah ini:
PROSES JALANNYA PERSIDANGAN
Sidang I Pembacaan Surat Dakwaan
No. Tahapan Persidangan
1.   Hakim Ketua Majelis membuka sidang dan menyatakan sidang terbuka
untuk umum, kecuali dalam perkara kesusilaan atau terdakwa dibawah umur sidang dinyatakan tertutup untuk umum
2.  Terdakwa Hadir di persidangan
Jika tidak hadir
·      Hakim menanyakan alasan ketidak hadiran terdakwa
·         Hakim menanyakan apakah terdakwa telah dipanggil secara sah.
·         Apabila tidak sah, diadakan pemanggilan ulang (selama 3x)
3.             Hakim menanyakan kepada terdakwa apakah is didampingi oleh PH bagi tindak pidana yang diancam dengan hukuman pidana matiflebih 15 thn/lebih 5 thn wajib didampingi PH (Ps. 56 KUHAP)
4.             Apabila didampingi PH, Hakim menanyakan surat kuasa dan surat izin beracara
5.             Hakim menanyakan identitas terdakwa
6.             Hakim mengingatkan terdakwa untuk memper-hatikan apa yang terjadi selama persidangan
7.        Hakim mempersilahkan JPU untuk membacakan surat dakwaannya
8.     Hakim menanyakan kepada terdakwa apakah terdakwa mengerti isi dan maksud surat dakwaan
9.        Hakim menjelaskan isi dan maksud surat dakawaan secara sederhana
jika terdakwa tidak mengerti
10.         Hakim Ketua Majelis menanyakan kepada terdakwa/PH apakah ia keberatan dengan surat dakwaan tersebut
11.         Hakim Ketua Majelis menyatakan sidang ditunda
Sidang II Eksepsi (Jika ada)
No. Tahapan Persidangan
1.             Hakim Ketua Majelis membuka sidang dan menyatakan sidang terbuka
untuk umum, kecuali dalam perkara kesusilaan atau terdakwa dibawah umur sidang dinyatakan tertutup untuk umum
2.             Terdakwa hadir di ruang sidang
3.             Hakim Ketua Majelis menanyakan kepada terdakwa/PH apakah sudah siap dengan eksepsinya
4.             Hakim Ketua Majelis memberikan kesempatan kepada Terdakwa/PH
membacakan eksepsinya
5.             Hakim ketua menanyakan kesiapan JPU untuk memberikan tanggapan
terhadap eksepsi terdakwa.
·         Apabila JPU akan menanggapi eksepsi maka sidang ditunda
untuk pembacaan tanggapan JPU (lanjut ke form 3 dan form 4)
·         Apabila JPU tidak akan menanggapi eksepsi maka sidang ditunda untuk pembacaan putusan sela (lanjut ke form 5)
6.             Hakim Ketua Majelis menyatakan sidang ditunda
7.        Hakim Ketua menyatakan Putusan akan diberikan bersamaan dengan
Putusan mengenai perkara pokoknya



Sidang III Tanggapan JPU
No. Tahapan Persidangan
1.                Hakim Ketua Majelis membuka sidang dan menyatakan sidang terbuka untuk umum, kecuali dalam perkara kesusilaan atau terdakwa dibawah umur sidang dinyatakan tertutup untuk umum
2.                Terdakwa hadir di ruang sidang
3.                Hakim Ketua Majelis menanyakan kepada JPU apakah sudah siap dengan tanggapan-nya
4.                Hakim Ketua Majelis memberikan kesempatan kepada JPU untuk membacakan tanggapan-nya
5.                Hakim Ketua Majelis menanyakan kepada terdakwa/PH apakah akan menanggapi tanggapan JPU
6.                Hakim Ketua Majelis menyatakan sidang ditunda
Sidang IV Tanggapan atas Tanggapan JPU
No. Tahapan Persidangan
1.                Hakim Ketua Majelis membuka sidang dan menyatakan sidang terbuka untuk umum, kecuali dalam perkara kesusilaan atau terdakwa dibawah umur sidang dinyatakan tertutup untuk umum
2.                Terdakwa hadir di ruang sidang
3.                Hakim Ketua Majelis menanyakan kepada Terdakwa/PH apakah sudah siap dengan tanggapan atas tanggapan JPU
4.                Hakim Ketua Majelis memberikan kesempatan kepada Terdakwa/PH untuk membacakan tanggapan atas tanggapan JPU
5.             Hakim Ketua Majelis menyatakan sidang ditunda
Sidang V Putusan Sela
No. Tahapan Persidangan
1.                Hakim Ketua Majelis membuka sidang dan menyatakan sidang terbuka untuk umum, kecuali dalam perkara kesusilaan atau terdakwa dibawah umur sidang dinyatakan tertutup untuk umum
2.                Terdakwa hadir di ruang sidang
3.                Hakim Ketua Majelis membacakan putusan sela
Isi Putusan Sela: Majelis menerima eksepsi yang diajukan oleh Terdakwa
ü  Jika ya, sidang dilanjutkan pada tahap selanjutnya
ü  Jika tidak, sidang dinyatakan ditutup.
4.                Hakim Ketua Majelis menanyakan kepada JPU apakah sudah siap dengan pembuktian
5.                Hakim Ketua Majelis menyatakan sidang ditunda
Sidang VI : Pembuktian (Pemeriksaan saksi/saksi ahli)
No. Tahapan Persidangan
1.                Hakim Ketua Majelis membuka sidang dan menyatakan sidang terbuka untuk umum, kecuali dalam perkara kesusilaan atau terdakwa dibawah umur sidang dinyatakan tertutup untuk umum
2.                Hakim memeriksa apakah sudah tidak ada saksi-saksi yang akan memberikan keterangannya yang masih di ruang sidang
3.                Hakim mempersilahkan saksi yang masih ada di ruang sidang untuk keluar
Pemeriksaan Saksi
4.Hakim Ketua Majelis memerintahkan kepada JPU/PH untukmenghadirkan saksi/saksi ahli ke ruang sidang, terdakwa menempati tempatnya disamping PH.
5.          Hakim menanyakan kesehatan saksi/saksi ahli
6.          Hakim menanyakan identitas saksi/saksi ahli
7.          Hakim menanyakan apakah saksi mempunyai hubungan sedarah atau semenda atau hubungan pekerjaan dengan terdakwa
ü Jika Ya (diperdalam dengan dialog)
8.          Saksi/saksi ahli disumpah
9.          Majelis Hakim mengajukan pertanyaan kepada saksi/saksi ahli
ü Diperjelas dengan dialog
10.    JPU mengajukan pertanyaan kepada saksi/saksi ahli
ü Diperjelas dengan dialog
11.   PH mengajukan pertanyaan kepada saksi/saksi ahli
ü Diperjelas dengan dialog
12.            Setiap saksi selesai memberikan keterangannya, Hakim menanyakan kepada terdakwa benar/tidaknya keterangan saksi tersebut
13.            Apakah saksi/saksi ahli menarik kembali keterangan dalam BAP penyidik
Pemeriksaan Barang Bukti
14.       JPU mperlihatkan barang bukti di persidangan
15.            Hakim menanyakan kepada terdakwa dan saksi-saksi mengenai barang bukti tersebut
ü Hakim meminta kepada JPU, PH, terdakwa, saksi untuk maju ke muka sidang dan memperlihatkan barang bukti tersebut Pemeriksaan Terdakwa
16.       Hakim mengajukan pertanyaan kepada terdakwa
Hakim mempersilahkan
17.               JPU untuk mengajukan pertanyaan
18.               18. JPU mengajukan pertanyaan kepada terdakwa
ü   Diperjelas dengan dialog
  19. PH mengajukan pertanyaan kepada terdakwa
ü   Diperjelas dengan dialog
20.      Setelah pemeriksaan keterangan saksi/saksi ahli, terdakwa serta barang bukti, Hakim menanyakan kepada JPU untuk dapat membacakan tuntutannya
21.      Sidang ditunda
ü  Urutan bertanya pada tahap pemeriksaan saksi/saksi ahli (Saksi a charge): Hakim Ketua Hakim Anggota, JPU lalu PH.
ü  Urutan bertanya pada tahap pemeriksaan saksi/saksi ahli (saksi a de charge)• Hakim Ketua, Hakim anggota, PH, lalu JPU.
ü  Saksi a charge JPU: saksi yang memberatkan terdakwa a saksi dari JPU.
ü  Saksi a de charge: saksi yang meringankan terdakwa a saksi dari PH.

·    
·    
Sidang VII : Pembacaan Tuntutan (Requisitoir)
No. Tahapan Persidangan
1.                Hakim Ketua Majelis membuka sidang dan menyatakan sidang terbuka untuk umum, kecuali dalam perkara kesusilaan atau terdakwa dibawah umur sidang dinyatakan tertutup untuk umum
2.                Terdakwa berada di ruang sidang
3.                JPU membacakan tuntutannya
*diperjelas dalam keterangan, tuntutan JPU ...tahun
4.          Hakim menanyakan kepada PH apakah akan mengajukan pembelaan
5.       Sidang ditunda

Sidang VIII: Pembacaan Pembelaan (Pledooi)
No. Tahapan Persidangan
1.             Hakim Ketua Majelis membuka sidang dan menyatakan sidang terbuka untuk
umum, kecuali dalam perkara kesusilaan atau terdakwa dibawah umur sidang dinyatakan tertutup untuk umum
2.        Hakim mempersilahkan PH membacakan pembelaannya
3.        PH membacakan pembelaannya
4.             Hakim menanyakan kepada JPU apakah akan mengajukan Replik
5.             Sidang ditunda
Sidang IX: Pembacaan Replik (Tanggapan dan i JPU atas Pledooi PH)
No. Tahapan Persidangan
1.             Hakim Ketua Majelis membuka sidang dan menyatakan sidang terbuka untuk
umum, kecuali dalam perkara kesusilaan atau terdakwa dibawah umur sidang dinyatakan tertutup untuk umum
2.             Terdakwa hadir dalam persidangan
3.             Hakim mempersilahkan JPU membacakan Repliknya
4.             Hakim menanyakan kepada PH apakah akan mengajukan Duplik
5.             Sidang ditunda
Sidang IX: Pembacaan Duplik (Tanggapan dan i PH atas Replik dan i JPU)
No. Tahapan Persidangan
1.             Hakim Ketua Majelis membuka sidang dan menyatakan sidang terbuka untuk
umum, kecuali dalam perkara kesusilaan atau terdakwa dibawah umur sidang dinyatakan tertutup untuk umum
2.             Terdakwa hadir di dalam persidangan
3.        Hakim mempersilahkan PH membacakan Dupliknya
Sidang ditunda untuk pembacaan Putusan
Sidang X : Pembacaan Putusan
No. Tahapan Persidangan
1.             Hakim Ketua Majelis membuka sidang dan menyatakan sidang terbuka untuk
umum, kecuali dalam perkara kesusilaan atau terdakwa dibawah umur sidang dinyatakan tertutup untuk umum
2.             Terdakwa hadir di persidangan
3.             Hakim Ketua menanyakan kesehatan terdakwa dan menanyakan apakah siap
untuk mengikuti persidangan untuk pembacaan Putusan
4.             Terdakwa Hadir dalam persidangan
Jika Tidak hadir
ü Hakim menanyakan alasan ketidakhadiran terdakwa
ü  Jika alasan memungkinkan Hakim Ketua menunda sidang
5.      Pembacaan Putusan
6.      Hakim menanyakan apakah terdakwa mengerti isi Putusan tersebut
ü    Jika tidak mengerti Hakim Ketua menerangkan secara singkat
9.             Putusan dibacakan dengan: "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa"
10.     Putusan memuat identitas terdakwa
8.        Putusan memuat isi surat dakwaan
9.        Putusan memuat pertimbangan hukum
10.          Putusan pidana (Vonis Hakim)
*Dalam table keterangan dilengkapi dengan :
Vonis : ....tahun
11.Putusan memuat hari dan tanggal diadakannya rapat musyawarah    Majelis Hakim menanyakan apakah para pihak akan mengajukan upaya hukum

Setelah terdakwa menerima vonis atau putusan hakim, is masih memiliki upaya hukum. Terdapat dua upaya macam hukum yang dapat ditempuh oleh terdakwa, yaitu:
1. Upaya Hulcum. Biasa
Upaya hukum ini terdiri atas tiga upaya, yaitu:
a.         banding, yaitu upaya hukum yang dapat diajukan baik oleh terdakwa maupun Penuntut Umum apabila merasa tidak puas terhadap putusan pengadilan tingkat I.
Permohonan banding ini diajukan ke pengadilan tinggi dalam jangka waktu tujuh hari setelah putusan dibacakan apabila terdakwa hadir, ataupun tujuh hari setelah putusan diberitahukan secara resmi kepada terdakwa apabila terdakwa tidak hadir (pasal 233 KUHAP)
b.        Kasasi, upaya hukum yang diajukan terdakwa maupun Penuntut Umum apabila tidak puas terhadap putusan pengadilan pada Tingkat II, melalui pengadilan tingkat pertama (PN) yang mengadili perkara tersebut. Permohonan kasasi diajukan dalam jangka waktu 14 hari setalah putusan dibacakan apabila terdakwa hadir, atau 14 hari setelah putusan diberitahukan secara resmi kepada terdakwa apabila terdakwa tidak hadir (pasal 245 KUHAP).
Pihak yang mengajukan kasasi wajib menyerahkan Memori Kasasi dalam jangka waktu 14 hari setalah permohonan kasasi diiterima oleh Mahkamah Agung (pasal 248 KUHAP). Apabila jangka waktu tersebut tidak dipenuhi, maka hak untuk mengajukan permohonan kasasi tersebut gugur.
c.         Perlawanan (verzet)
Perlawanan ini diajukan oleh terdakwa dan terbagi atas dua macam, yaitu:
ü  Perlawanan terhadap putusan hakim yang bersifat penetapan, maka perlawanan tersebut diajukan ke Pengadilan Tinggi (pasal 156 KUHAP)
ü  Perlawanan terhadap putusan verstek. Perlawanan ini diajukan terdakwa apabila pada sidang pertama hakim menjatuhkan putusan tanpa kehadiran terdakwa. Perlawanan ini diajukan oleh terdakwa ke Pengadilan negeri yang mengadili perkara tersebut (pasal 214 KUHAP).
2. Upaya Hukum. Luar Biasa
Upaya hukum ini dilakukan terhadap suatu putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap. Upaya hukum luar biasa ini terbagi atas dua macam, yaitu:
a. Peninjauan Kembali (PK)
Upaya hukum ini hanya dapat diajukan oleh terpidana atau ahli waris dari terpidana. Selain itu, PK ini hanya dapat dilaksanakan terhadap putusan hakim yang bersifat menghukum.
Menurut pasal 263 ayat 2 KUHAP, alasan untuk mengajukan PK adalah
ü  Apabila terdapat keadaan barn yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari seghala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.
ü  Apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu, ternyata telah bertentangan satu dengan yang lain.
ü  Apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata
b. Kasasi Demi Kepentingan Hukum (KDKH)
Upaya hukum ini hanya dapat dilakukan oleh Jaksa Agung. Tujuan dari upaya hukum ini adalah hanya untuk memperbaiki redaksional tertentu dari putusan dan pertimbangan hukum yang tidak tepat, agar tidak terdapat kasalahan penahanan dikemudian hari. Isi putusan tidak boleh bertentangan dengan kepentingan.


SEKIAN SEMOGA BERMANFAAT

http://akplawyer.com/